Masa kecilku menitis rindu pada lautmu
Gerimis pada gersang tanahmu adalah rindu yang tak jemu-jemu
Setiap elang mengeluh saat pulang
Adalah cinta padamu yang tak berbilang pergi juga akhirnya
Tetapi rindu masa kecilku padamu tetap menyala
Meski cintaku tak tertambat pada gadismu
Hanya saja saat itu, engkau tak memenjarakanku
Barangkali Tuhan, telah mengukir pada bukit tandusmu
Bahwa gadismu hanya menjadi bab-bab pada buku harianku
Begitulah kamu
Beginilah aku
Kini,
Telah datang para penjarah dan penjajah
Dengan tangkas menguras isi perutmu
Dengan lugas menyempitkan luas lautmu
Dengan bergegas menggali sumur-sumur minyak di bumimu
Dengan beringas gersangmu semakin tersiksa
Habis...habis-habisan
Kemana saudara-saudaraku, berdiam diri saja
Atau cinta padamu telah habis
...
Aku tak tahu,
Apakah engkau menangis meski tak ringkih?
Apakah engkau menjerit meski tak pilu?
Sementara...
Cukong-cukong semakin gendut
Anak-anakmu telah kurus kerontang
Semakin tak punya apa-apa
Wahai...
Apakah untuk menghidupi anak-anak tirimu, anak tetanggamu
Engkau mesti dieksploitasi
Ditelanjangi
Dikebiri
Dieksplorasi
Sementara anak sahmu telah banyak pergi
Membangun maduranya di negeri antah berantah
Menjadi anak yang tak lagi mengenalmu
Membiarkanmu
Menelantarkanmu
Menyaksikan
Betapa rupiah dan dollar telah memahkotai urat nadimu
...
Wahai...
Kita biarkan madura hancur lebur dan luluh lantah
Atau
Kita perangi kerakusan para durjana yang tak pernah berbagi
Dan
Kita buat tapal batas tegas dengan mereka,
Hidup damai atau angkat kaki !
Kita bisa bercengkerama di beranda dengan bijaksana
Atau berkalung celurit....!
BY : Syariful Alim
Home » cinta »
elang »
hidup. puisi hati »
madura »
manusia »
pantai »
puisi hati »
pulang »
rindu »
sajak »
sang pencipta »
syariful alim »
tanah »
tuhan
» Maduraku