Aku tak bisa lagi melukis biru pagi
Setelah pergimu membawa tangkai melati tua tanpa bunga
Yang kutanam begitu lama
Pada setiap canda menjelang senja hari
(kuhisap rokok sisa kemarin saat pedihku merana)
....
Menetes pasti air mataku.... ah, sejak kapan lelaki itu menangis?
Hari ini,
Setelah rapi kata kukuakkan pada hatimu
Aku merasa bersalah, sungguh sesungguhnya
Bukan karenaku kau melukis cinta pada rembulan senja
Tapi karena menunggu waktu mengeja batasnya, tak usai-usai
Semua senyum manismu menjadi petaka abadi hidupku
(kubakar lagi sebatang rokok yang masih sempat kusimpan setelah senyummu)
....
Membisu kelu lidahku kaku..., sejak kapan lelaki itu membatu?
Sejak kapan lelaki itu tertunduk malu karena rindu?
Sejak kapan lelaki itu terdiam haru karena cinta?
Dan...
Sejak kapan lelaki itu dipenjara cinta sang wanita?
Sejak kapan lelaki itu terbebas melanglang buana?
(ode demi ode tak pernah bisa menjawab tanyaku)
Secangkir kopi yang kupesan darimu sejak semester satu pertemuan itu
Kuteguk nikmat setelah lima belas tahun mengendap sunyi
Sejak surat cinta pertama hingga terakhir kau lipat-lipat manja
Lelaki itu selalu sendiri
....
Katanya, melukai diri sendiri begitu syahdu...,
Sejak kapan lelaki itu terluka hatinya?
(kuhisap lagi rokokku...perih hati membuat lelaki menjadi lebih bijaksana)
Berpuluh tahun sudah jeda...
Pada jalan yang sempat dilalui bersama
Sejak kapan lelaki itu tersenyum bahagia?
(kujabat tangannya...hati sekaratnya telah cemerlang seperti emas)
BY : Syariful Alim